Macam-macam penyakit hati dalam Islam |
Macam-macam Hati
Hati yang sehat ini didefinisikan
dengan hati yang terbebas dari setiap syahwat, selamat dari setiap keinginan
yang bertentangan dari perintah Allah, selamat dari setiap syubhat
(kerancuan-kerancuan dalam pemikiran), selamat dari menyimpang pada kebenaran.
Hati yang mati adalah hati yang tidak
mengenal siapa Rabbnya, ia tidak menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya, ia
tidak menghadirkan setiap perbuatannya berdasarkan sesuatu yang dicintai dan
diridhai-Nya. Hati ini senantiasa berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan
dunia walaupun di dalamnya ada murka Allah, akan tetapi hati ini tidak
memperdulikan hal tersebut, yang terpenting baginya adalah bagaimana ia bisa
melimpahkan hawa nafsunya.
Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang artinya:
“Sesungguhnya di dalam tubuh ada
segumpal darah. jika segumpal darah tersebut baik maka akan baik pulalah
seluruh tubuhnya, adapun jika segumpal darah tersebut rusak maka akan rusak
pulalah seluruh tubuhnya, ketahuilah segumpal darah tersebut adalah hati.”
Yang lebih benar untuk penyebutan
segumpal darah (القلب ) tersebut adalah jantung, akan tetapi di dalam bahasa
Indonesia sudah terlanjur biasa untuk menerjemahkan القلب dengan “hati”.
Hati yang Sakit
Hati ini adalah hati yang hidup namun
mengandung penyakit. Hati ini akan mengikuti unsur kuat yang mempengaruhinya,
terkadang hati ini cenderung kepada “kehidupan” dan terkadang cenderung kepada
“penyakit”. Pada hati ini ada kecintaan kepada Allah, keimanan, keikhlasan dan
tawakal kepada-Nya. Akan tetapi pada hati ini juga terdapat kecintaan kepada
syahwat, ketamakan, hawa nafsu, dengki, kesombongan dan sikap bangga diri.
Beberapa penyakit hati yang dapat
mengikis pahala kita:
1.
Ghibah
Ghibah (menggunjing) adalah, setiap
yang dapat dipahami dengan maksud penghinaan, baik berupa perkataan, isyarat
atau tulisan. Ghibah ini, juga bisa berupa penghinaan terhadap seseorang
tentang agama, kondisi fisik, akhlak, harta dan keturunannya. Barangsiapa yang
mencela ciptaan Allah, berarti ia telah mencela penciptanya.
Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ
مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ
دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ
وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Siapa yang pernah menzalimi
saudaranya berupa menodai kehormatan atau mengambil sesuatu yang menjadi
miliknya, hendaknya ia meminta kehalalannya dari kezaliman tersebut hari ini.
Sebelum tiba hari kiamat yang tidak akan bermanfaat lagi dinar dan dirham. Pada
saat itu bila ia mempunyai amal shalih maka akan diambil seukiran kezaliman
yang ia perbuat. Bila tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya
akan diambil kemudia dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari no. 2449)
Dari hadis ini mereka menyimpulkan,
ghibah adalah dosa yang berkaitan dengan hak manusia. Maka dosa tersebut tidak
bisa gugur kecuali dengan meminta kehalalan dari orang yang telah ia zalimi. Mereka
menganalogikan masalah ini dengan permasalahan hak harta benda. Dimana bila
seorang merusak harta benda milik orang lain atau mengambil tanpa hak, maka
bentuk taubatnya adalah dengan menggantinya atau mengembalikannya kepada
tuannya.
Cara
bertaubat dari ghibah:
·
Meminta
maaf pada yang bersangkutan
Wajibnya meminta kehalalan kepada
orang yang dighibahi. Terlebih bila orang tersebut dikenal pemaaf dan berdada
lapang. Terkadang orang yang mengghibahi tidak bermaksud menghinakan, namun dia
tergelincir ketika berbicara atau mengobrol. Intinya, yang perlu dipahami
bersama bahwa ini adalah konsekensi asal dari tebusan ghibah, yaitu
meminta kehalalan kepada orang yang dighibahi.
·
Mendoakan
kebaikan dan memujinya
Adapun bila orang yang dighibahi
dikenal tidak pemaaf dan menurut prasangka kuatnya dia tidak akan memaafkan.
Bahkan akan menambah kebencian dan permusuhan. Atau bila dia mengabarkan perihal
ghibah yang dia lakukan, yang bersangkutan akan meminta penjelasan secara
rinci; bila ia tahu hal tersebut akan membuatnya semakin benci dan marah, maka
dalam kondisi ini cukup dengan mendoakan kebaikan untuknya. Serta menyebutkan
kebaikan-kebaikannya di hadapan orang-orang. Dan beristighfar kepada Allah atas
dosa ghibah yang telah dilakukan.
2.
Riya’
Riya’ adalah melakukan suatu amalan
agar orang lain bisa melihatnya kemudian memuji dirinya. Termasuk ke dalam
riya’ yaitu sum’ah, yakni melakukan suatu amalan agar orang lain mendengar apa
yang kita lakukan, sehinga pujian dan ketenaran pun datang tenar. Riya’ merupakan
perbuatan dosa dan merupakan sifat orang-orang munafik.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Maukah
kamu kuberitahu tentang sesuatau yang menurutku lebih aku khawatirkan terhadap
kalian daripada (fitnah) Al masih Ad Dajjal? Para sahabat berkata, “Tentu
saja”. Beliau bersabda, “Syirik khafi (yang tersembunyi), yaitu ketika
sesorang berdiri mengerjakan shalat, dia perbagus shalatnya karena mengetahui
ada orang lain yang memperhatikannya.” (HR. Ahmad)
Cara
berlindung dari Riya’:
Rasulullah ﷺ telah mengajarkan kepada
kita sebuah doa untuk melindungi diri kita dari syirik besar maupun syirik
kecil. Rasululllah ﷺ mengingatkan kita melalui sabdanya:
‘Wahai sekalian manusia, jauhilah dosa
syirik, karena syirik itu lebih samar daripada rayapan seekor semut.’ Lalu ada
orang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kami dapat menjauhi dosa
syirik, sementara ia lebih samar daripada rayapan seekor semut?’
Rasulullah ﷺ berkata: ‘Ucapkanlah Allahumma inni a’udzubika an usyrika bika wa ana a’lam wa
astaghfiruka lima laa a’lam
Artinya: ‘Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang aku sadari. Dan aku memohon
ampun kepada-Mu atas dosa-dosa yang tidak aku ketahui.” (HR. Ahmad)
3.
Hasad
Hasad adalah perbuatan maksiat pertama
yang terjadi di alam semesta, yaitu perbuatan iblis kepada Nabi Adam ‘alaihi
salaam sekaligus maksiat pertama yang terjadi di muka bumi yaitu perbuatan
anak Nabi Adam ‘alaihi salaam pada saudaranya hingga ia membunuhnya.
Diriwayatkan dalam beberaa hadits:
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ
يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Artinya: “Jauhilah hasad (dengki),
karena hasad dapat memakan kabaikan seperti api memakan kayu bakar.” (HR.
Abu Daud No. 4257)
لا يزال الناس بخير ما لم يتحاسدوا
“Manusia selalu dalam keadaan baik,
sepanjang ia tidak dengki mendengki.” (HR. Thabrani No. 8079)
Cara
belindung dari hasad:
· Ta’awudz meminta perlindungan kepada Allah ﷻ dari kejahatan perbuatan hasad, serta senantiasa berdoa agar dihindarkan dari perasaan hasad.
· Bertaqwa kepada Allah ﷻ serta menjaga perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya yang mana akan membuatnya dijaga oleh Allah dengan sebaik-baik penjagaan.
· Tawakkal dan berserah diri atas semua ketetapan Allah ﷻ. Tawakkal merupakan sebab paling kuat yang akan mencegah seorang hamba untuk menyakiti makhluk Allah lainnya, karena ia cukup dengan Allah hingga ia tidak memiliki keinginan untuk menyakiti atau memusuhi yang lainnnya atas apa yang sudah ditakdirkan Allah bagi setiap hamba-Nya.
· Tidak menyibukkan pikiran dengan urusan tentang kehidupannnya.
· Mengharapkan penerimaan Allah dan melakukan perbuatan dengan ikhlash mengharapkan pahala dari-Nya. Menjadikan cinta dan keridhaan Allah sebagai tujuannya dan menyibukkan diri dengan senantiasa mendekatkan diri pada-Nya.
0 Komentar