3 Penyakit Hati yang Mampu Mengikis Pahala

 

Macam-macam penyakit hati dalam Islam


Macam-macam Hati

Hati yang sehat ini didefinisikan dengan hati yang terbebas dari setiap syahwat, selamat dari setiap keinginan yang bertentangan dari perintah Allah, selamat dari setiap syubhat (kerancuan-kerancuan dalam pemikiran), selamat dari menyimpang pada kebenaran.

Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Rabbnya, ia tidak menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya, ia tidak menghadirkan setiap perbuatannya berdasarkan sesuatu yang dicintai dan diridhai-Nya. Hati ini senantiasa berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan dunia walaupun di dalamnya ada murka Allah, akan tetapi hati ini tidak memperdulikan hal tersebut, yang terpenting baginya adalah bagaimana ia bisa melimpahkan hawa nafsunya.

Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang artinya: 

“Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah. jika segumpal darah tersebut baik maka akan baik pulalah seluruh tubuhnya, adapun jika segumpal darah tersebut rusak maka akan rusak pulalah seluruh tubuhnya, ketahuilah segumpal darah tersebut adalah hati.”

Yang lebih benar untuk penyebutan segumpal darah (القلب ) tersebut adalah jantung, akan tetapi di dalam bahasa Indonesia sudah terlanjur biasa untuk menerjemahkan القلب dengan “hati”.

 

Hati yang Sakit

Hati ini adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit. Hati ini akan mengikuti unsur kuat yang mempengaruhinya, terkadang hati ini cenderung kepada “kehidupan” dan terkadang cenderung kepada “penyakit”. Pada hati ini ada kecintaan kepada Allah, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya. Akan tetapi pada hati ini juga terdapat kecintaan kepada syahwat, ketamakan, hawa nafsu, dengki, kesombongan dan sikap bangga diri.

Beberapa penyakit hati yang dapat mengikis pahala kita:

 

1.      Ghibah

Ghibah (menggunjing) adalah, setiap yang dapat dipahami dengan maksud penghinaan, baik berupa perkataan, isyarat atau tulisan. Ghibah ini, juga bisa berupa penghinaan terhadap seseorang tentang agama, kondisi fisik, akhlak, harta dan keturunannya. Barangsiapa yang mencela ciptaan Allah, berarti ia telah mencela penciptanya.

Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

Siapa yang pernah menzalimi saudaranya berupa menodai kehormatan atau mengambil sesuatu yang menjadi miliknya, hendaknya ia meminta kehalalannya dari kezaliman tersebut hari ini. Sebelum tiba hari kiamat yang tidak akan bermanfaat lagi dinar dan dirham. Pada saat itu bila ia mempunyai amal shalih maka akan diambil seukiran kezaliman yang ia perbuat. Bila tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya akan diambil kemudia dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari no. 2449)

Dari hadis ini mereka menyimpulkan, ghibah adalah dosa yang berkaitan dengan hak manusia. Maka dosa tersebut tidak bisa gugur kecuali dengan meminta kehalalan dari orang yang telah ia zalimi. Mereka menganalogikan masalah ini dengan permasalahan hak harta benda. Dimana bila seorang merusak harta benda milik orang lain atau mengambil tanpa hak, maka bentuk taubatnya adalah dengan menggantinya atau mengembalikannya kepada tuannya.

 

Cara bertaubat dari ghibah:

·         Meminta maaf pada yang bersangkutan

Wajibnya meminta kehalalan kepada orang yang dighibahi. Terlebih bila orang tersebut dikenal pemaaf dan berdada lapang. Terkadang orang yang mengghibahi tidak bermaksud menghinakan, namun dia tergelincir ketika berbicara atau mengobrol. Intinya, yang perlu dipahami bersama bahwa ini adalah konsekensi asal dari tebusan ghibah, yaitu meminta kehalalan kepada orang yang dighibahi.

·         Mendoakan kebaikan dan memujinya

Adapun bila orang yang dighibahi dikenal tidak pemaaf dan menurut prasangka kuatnya dia tidak akan memaafkan. Bahkan akan menambah kebencian dan permusuhan. Atau bila dia mengabarkan perihal ghibah yang dia lakukan, yang bersangkutan akan meminta penjelasan secara rinci; bila ia tahu hal tersebut akan membuatnya semakin benci dan marah, maka dalam kondisi ini cukup dengan mendoakan kebaikan untuknya. Serta menyebutkan kebaikan-kebaikannya di hadapan orang-orang. Dan beristighfar kepada Allah atas dosa ghibah yang telah dilakukan.

 

2.      Riya’

Riya’ adalah melakukan suatu amalan agar orang lain bisa melihatnya kemudian memuji dirinya. Termasuk ke dalam riya’ yaitu sum’ah, yakni melakukan suatu amalan agar orang lain mendengar apa yang kita lakukan, sehinga pujian dan ketenaran pun datang tenar. Riya’ merupakan perbuatan dosa dan merupakan sifat orang-orang munafik.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Maukah kamu kuberitahu tentang sesuatau yang menurutku lebih aku khawatirkan terhadap kalian daripada (fitnah) Al masih Ad Dajjal? Para sahabat berkata, “Tentu saja”. Beliau bersabda, “Syirik khafi (yang tersembunyi), yaitu ketika sesorang berdiri mengerjakan shalat, dia perbagus shalatnya karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya.” (HR. Ahmad)

 

Cara berlindung dari Riya’:

Rasulullah ﷺ telah mengajarkan kepada kita sebuah doa untuk melindungi diri kita dari syirik besar maupun syirik kecil. Rasululllah ﷺ mengingatkan kita melalui sabdanya: 

‘Wahai sekalian manusia, jauhilah dosa syirik, karena syirik itu lebih samar daripada rayapan seekor semut.’ Lalu ada orang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kami dapat menjauhi dosa syirik, sementara ia lebih samar daripada rayapan seekor semut?’

Rasulullah ﷺ berkata: ‘Ucapkanlah Allahumma inni a’udzubika an usyrika bika wa ana a’lam wa astaghfiruka lima laa a’lam

 Artinya: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang aku sadari. Dan aku memohon ampun kepada-Mu atas dosa-dosa yang tidak aku ketahui.” (HR. Ahmad)

 

3.      Hasad

Hasad adalah perbuatan maksiat pertama yang terjadi di alam semesta, yaitu perbuatan iblis kepada Nabi Adam ‘alaihi salaam sekaligus maksiat pertama yang terjadi di muka bumi yaitu perbuatan anak Nabi Adam ‘alaihi salaam pada saudaranya hingga ia membunuhnya.

Diriwayatkan dalam beberaa hadits:


إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ

Artinya: “Jauhilah hasad (dengki), karena hasad dapat memakan kabaikan seperti api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Daud No. 4257)

لا يزال الناس بخير ما لم يتحاسدوا

Manusia selalu dalam keadaan baik, sepanjang ia tidak dengki mendengki.” (HR. Thabrani No. 8079)

 

Cara belindung dari hasad:

·         Ta’awudz meminta perlindungan kepada Allah ﷻ dari kejahatan perbuatan hasad, serta senantiasa berdoa agar dihindarkan dari perasaan hasad.
·       Bertaqwa kepada Allah ﷻ serta menjaga perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya yang mana akan membuatnya dijaga oleh Allah dengan sebaik-baik penjagaan.
·        Tawakkal dan berserah diri atas semua ketetapan Allah ﷻ. Tawakkal merupakan sebab paling kuat yang akan mencegah seorang hamba untuk menyakiti makhluk Allah lainnya, karena ia cukup dengan Allah hingga ia tidak memiliki keinginan untuk menyakiti atau memusuhi yang lainnnya atas apa yang sudah ditakdirkan Allah bagi setiap hamba-Nya.
·         Tidak menyibukkan pikiran dengan urusan tentang kehidupannnya. 
·         Mengharapkan penerimaan Allah dan melakukan perbuatan dengan ikhlash mengharapkan pahala dari-Nya. Menjadikan cinta dan keridhaan Allah sebagai tujuannya dan menyibukkan diri dengan senantiasa mendekatkan diri pada-Nya.

 

Semoga Allah ﷻ selalu melindungi dan menjaga kita dari maksiat. Aamin Ya Rabb!

Posting Komentar

0 Komentar